Jumat, Januari 20, 2006

sahabat.

Sahabat. Sepenggal tata surya kompleksitas dan umpama serangkum jiwa tetumbuhan.
Biar tumbuh, mekar, berkembang, dan berbuah.
Sampai akhirnya berulat, busuk, dan mati. Rata.

Dan biarkan menggelembung urat-urat di bumi, menggunung, dan letupkan benih-benih yang pulas tertidur di ayoman ibunda. Karena suatu saat nanti ia akan menyulurkan sungut-sungut dari jemarinya, membelah lahar kesunyian yang makin mendinginkan tengkuk. Menghirup segala zat hidup yang memberinya damai.

Dan biarkan terus hidup. Menggapai permukaan bumi dan angkasa-angkasa. Menyeruak dari gelap tanah dan tajam kerikil-kerikil. Hembuskan kesegaran di atasnya. Biarkan tumbuh, mekar, berkembang, dan berbuah.
Lagi.

Seumpama sahabat-sahabat; Yang terus hadirkan mekar dan segar di setiap percik udara yang terhirup di pinggir sungai beriak ini. Seumpama sahabat-sahabat. Yang tiada pernah lelah meniadakan ketiadaan, dan menyederhanakan segala rumusan dunia senantiasa terngiang di pojok marjinal setiap kesejatian. Dan dengar semilir pohon bijak itu tentang sahabat;

Jangan harapkan sahabat terbaik untuk hidupmu, tapi jadikan dirimu sebagai yang terbaik bagi semua sahabat sejatimu.


Bandung 2001