Sejuntai senyum dan tawa.
Adalah hidangan nikmat penutup hari.
Karena harumnya masih terbawa hingga pagi.
Walau kemarin tak kembali.
Kan esok jumpa lagi.
:)
Durensawit, 240110
Senin, Januari 24, 2011
Umpan
Umpan sudah terpampang menggoda.
Jaring sudah kuat dihela.
Tapi tangan yang memegang hanya dua.
Dan yang datang adalah paus raksasa.
Desember, 2010.
Jaring sudah kuat dihela.
Tapi tangan yang memegang hanya dua.
Dan yang datang adalah paus raksasa.
Desember, 2010.
Letusan
Selain Merapi, Bromo dan deretan gunung lain yang antri mau unjuk letus, ternyata kepala saya juga ikut ambil barisan.
Mendung bergelayut di kepala ketika sadar tidak ada yang maju atau mundur untuk menutupi cerita buruk tentang fasilitas orang banyak yang menganga dan menelan korban.
Turut berduka untuk korban gorong-gorong dan alpa nurani sang kota.
Desember, 2010.
Mendung bergelayut di kepala ketika sadar tidak ada yang maju atau mundur untuk menutupi cerita buruk tentang fasilitas orang banyak yang menganga dan menelan korban.
Turut berduka untuk korban gorong-gorong dan alpa nurani sang kota.
Desember, 2010.
2 Bulan Lalu di Usia November
"Semoga saya menjadi tua dengan teladan dan telinga. Tidak seperti mereka yang hingar bingar dengan telunjuk di lidahnya."
November 2010.
November 2010.
Selasa, Januari 18, 2011
Biarkan Edison Mencinta
orang itu bisik kepadaku
takut gagal matilah kau
orang itu mati lebih dulu
takut mati gagallah kau
Durensawit, 070509
takut gagal matilah kau
orang itu mati lebih dulu
takut mati gagallah kau
Durensawit, 070509
Silet?
Perih?
Mungkin perih melihatmu mengunyah silet dan mengeluarkannya jadi serpihan.
Aku lebih memilih mengunyah gumpalan ini untuk kemudian kujejer dan kubentuk menjadi tulisan seperti sekarang.
Perihmu lebih terlatih teman. Perihku juga tak kalah.
Namun salah, aku tak pernah belajar. Adaptasi.
Siletmu selalu serupa bentuk dan ukuran.
Yang kuserpihkan selalu berbeda dari waktu ke waktu.
Perih memang tidak pernah sama.
Coba lihat, lidahmu tak tergores sedikitpun.
Coba baca, lihat goresanku nyata terjamah.
Bisa pinjam silet dan lidahmu teman? Biar kutahu bahwa perihku masih tak terkalahkan,
iyakah?
Durensawit, 070509
Mungkin perih melihatmu mengunyah silet dan mengeluarkannya jadi serpihan.
Aku lebih memilih mengunyah gumpalan ini untuk kemudian kujejer dan kubentuk menjadi tulisan seperti sekarang.
Perihmu lebih terlatih teman. Perihku juga tak kalah.
Namun salah, aku tak pernah belajar. Adaptasi.
Siletmu selalu serupa bentuk dan ukuran.
Yang kuserpihkan selalu berbeda dari waktu ke waktu.
Perih memang tidak pernah sama.
Coba lihat, lidahmu tak tergores sedikitpun.
Coba baca, lihat goresanku nyata terjamah.
Bisa pinjam silet dan lidahmu teman? Biar kutahu bahwa perihku masih tak terkalahkan,
iyakah?
Durensawit, 070509
Jenuh Memalamkan Siang - Catatan September
seperti bermimpi semalam. terekam hingga siang.
poster besar nan indah. muslihat film layar lebar.
kumasuk untuk duduk dan menonton. ada seseorang yg kukenal di depan. menonton sendiri. tampak kedinginan.
dan aku kecewa dengan isi filmnya. tidak seperti poster besar yang menggoda.
lebih kecewa karena aku harus keluar dari pintu samping yang gelap dan kotor. sendiri.
menyisir debu jalan dan sunyi kota malam.
cuma teringat wajah pucat seseorang yang seperti meredam sesuatu. di depan sana.
hingga terbangun pun aku sesak.
perih itu keharusan. seperti memaksakan diri tapi itu perlu. sepertinya.
semua karena segumpal kalimat mendiamkan bibir yang telanjur membuka ingin tegur sapa.
sesederhana itu.
tapi terlalu kompleks untuk dicerna.
sekompleks jalan berdebu ini.
tapi aku membiasa. dan itu bahaya. karena kepala tak mau bermuram durja.
menyakiti diri saja. itu tak apa. daripada.
seperti terbangun barusan. jenuh memalamkan siang.
tapi aku kembali terpejam. melarutkan diam seakan malam.
kembali masuk dalam gelap dan aksi di layar.
kusambangi yang sedang terdiam merekat. lebih baik kuulang saja.
kubisikkan pelan cita-cita menjadi pembuat film besar tahun mendatang.
tidak hanya menjadi penonton masa yang berulang. kenapa tidak masuk saja ke dalamnya. aku bilang.
kita warnai saja gambarnya. kau biru aku merah. jadikan warna ungu sebagai padunya.
seperti judul film yang pernah bercerita itu. kan indah pada waktunya.
tapi di dalam hanya ada gulita. tak tahu senyummu mengembang atau mengambang.
kutahu hanya sodoran tanganku masih bergantung di hadapan.
menunggumu untuk lekas berdiri menyambut. keluar dari gelapnya film dengan poster besar memuakkan.
seperti berjalan kembali. menghidupkan dan menyambung mimpi seenak hati.
Durensawit, 140909
poster besar nan indah. muslihat film layar lebar.
kumasuk untuk duduk dan menonton. ada seseorang yg kukenal di depan. menonton sendiri. tampak kedinginan.
dan aku kecewa dengan isi filmnya. tidak seperti poster besar yang menggoda.
lebih kecewa karena aku harus keluar dari pintu samping yang gelap dan kotor. sendiri.
menyisir debu jalan dan sunyi kota malam.
cuma teringat wajah pucat seseorang yang seperti meredam sesuatu. di depan sana.
hingga terbangun pun aku sesak.
perih itu keharusan. seperti memaksakan diri tapi itu perlu. sepertinya.
semua karena segumpal kalimat mendiamkan bibir yang telanjur membuka ingin tegur sapa.
sesederhana itu.
tapi terlalu kompleks untuk dicerna.
sekompleks jalan berdebu ini.
tapi aku membiasa. dan itu bahaya. karena kepala tak mau bermuram durja.
menyakiti diri saja. itu tak apa. daripada.
seperti terbangun barusan. jenuh memalamkan siang.
tapi aku kembali terpejam. melarutkan diam seakan malam.
kembali masuk dalam gelap dan aksi di layar.
kusambangi yang sedang terdiam merekat. lebih baik kuulang saja.
kubisikkan pelan cita-cita menjadi pembuat film besar tahun mendatang.
tidak hanya menjadi penonton masa yang berulang. kenapa tidak masuk saja ke dalamnya. aku bilang.
kita warnai saja gambarnya. kau biru aku merah. jadikan warna ungu sebagai padunya.
seperti judul film yang pernah bercerita itu. kan indah pada waktunya.
tapi di dalam hanya ada gulita. tak tahu senyummu mengembang atau mengambang.
kutahu hanya sodoran tanganku masih bergantung di hadapan.
menunggumu untuk lekas berdiri menyambut. keluar dari gelapnya film dengan poster besar memuakkan.
seperti berjalan kembali. menghidupkan dan menyambung mimpi seenak hati.
Durensawit, 140909
Jumat Ini: Ego Sajadah
Sajadah. Hamparan kain/karpet seukuran badan manusia itu ternyata bisa jadi senjata ampuh buat dzalim mendzalimi tetangga shaf samping kanan kiri depan belakang di masjid. Ada yang tidak rela sajadahnya terhampar di bawah sajadah orang lain. Ada yang datang terlambat lalu membentangkan sajadah lebar lebar di tengah barisan memakan hak duduk orang lain. Ada yang menyukai desain sajadah besar besar memakan ruang membuat renggang jarak shalat. Ada yang meletakkan sajadahnya lebih mundur tidak sejajar shaf, membuat orang lain di belakangnya sampai sebegitu menekuk badan supaya bisa sujud alakadarnya. Dan lain lain yang memakan hak orang lain.
Lalu, bagaimanakah anda memperlakukan sajadah anda?
Verily, I will mislead them, and surely, I will arouse in them false desires; and certainly, I will order them to slit the ears of cattle, and indeed I will order them to change the nature created by Allah. And whoever takes Shaitan as a Wali (protector/helper) instead of Allah, has surely suffered a manifest loss.
(An Nisaa':119)
January 16, 2010
Lalu, bagaimanakah anda memperlakukan sajadah anda?
Verily, I will mislead them, and surely, I will arouse in them false desires; and certainly, I will order them to slit the ears of cattle, and indeed I will order them to change the nature created by Allah. And whoever takes Shaitan as a Wali (protector/helper) instead of Allah, has surely suffered a manifest loss.
(An Nisaa':119)
January 16, 2010
Tajuk Subuh
Subuh tadi berdesingan
kata haru dari pojok rahasia
sehalus lengang hari paling malam
dari tulis tangan pekat kerinduan
Aku terpojok
di gurau sengau sang gagak
entah dari langit mana dia datang
yang pasti cakarnya membekas di pundak
Aih Rabbana
Kau bukakan pintu pekerti
Kau leluasakan hijab misteri
kucumbui lafaz tuah senjata
Subuh tadi berdesingan
segerombol doa yang berpelintiran
semoga tepat sasaran
semoga tepat sasaran
280909
kata haru dari pojok rahasia
sehalus lengang hari paling malam
dari tulis tangan pekat kerinduan
Aku terpojok
di gurau sengau sang gagak
entah dari langit mana dia datang
yang pasti cakarnya membekas di pundak
Aih Rabbana
Kau bukakan pintu pekerti
Kau leluasakan hijab misteri
kucumbui lafaz tuah senjata
Subuh tadi berdesingan
segerombol doa yang berpelintiran
semoga tepat sasaran
semoga tepat sasaran
280909
Asmara Sahaya
asmara
marabahaya
hamba sahaya
saya tak kuasa
kuasa ilahiah esa
esa tunggal satu jiwa
jiwa bertanya hati merona
rona merah semu tak bernoda
noda perih ingin kau basuh luka
luka luka luka luka luka luka luka
lupa rupa sebelum tembang cinta
cinta cinta cinta cinta cinta cinta
basuh luka ingin terperih noda
bernoda semu tak merah rona
merona hati bertanya jiwa
jiwa tunggal satu esa
esa ilahiah kuasa
tak kuasakah saya
sahaya berhamba
marabahaya
asmara
durensawit 270909
marabahaya
hamba sahaya
saya tak kuasa
kuasa ilahiah esa
esa tunggal satu jiwa
jiwa bertanya hati merona
rona merah semu tak bernoda
noda perih ingin kau basuh luka
luka luka luka luka luka luka luka
lupa rupa sebelum tembang cinta
cinta cinta cinta cinta cinta cinta
basuh luka ingin terperih noda
bernoda semu tak merah rona
merona hati bertanya jiwa
jiwa tunggal satu esa
esa ilahiah kuasa
tak kuasakah saya
sahaya berhamba
marabahaya
asmara
durensawit 270909
Perjalanan
'duhai tuanku, mengapa melambat?'
hati hati di seberang
sergapan sembarang
tak bisa terbang
mati tanah tak berkalang
ini ramuan
untuk kau bersuara indah
setidaknya berbenah
merdu sebelum berdarah
'duhai tuanku, mengapa bersedekap?'
berjaga dari lara
jaga badan jangan mendoyong
juga kuasa
biar mereka merongrong
ini bacaan
untuk kau berkaca
setidaknya berilmu
sebelum mati kaku
'duhai tuanku, mengapa melompat?'
lihat taringnya
tajam dan bersinar
bukan menghindar
biar mereka membuka cadar
ini sulapan
membuat gesit tipu meripat
bukan tergesa
tapi ketegasan mencari tepat
'duhai tuanku, mengapa bersedekah?'
mencari keridhaan
dari yang punya maha
supaya lancar ibadah
supaya cinta tak bernanah
ini doanya
beri kemudahan
beri keikhlasan
beri niatan
'duhai tuanku, semoga diperkenankan'.
durensawit 27090
hati hati di seberang
sergapan sembarang
tak bisa terbang
mati tanah tak berkalang
ini ramuan
untuk kau bersuara indah
setidaknya berbenah
merdu sebelum berdarah
'duhai tuanku, mengapa bersedekap?'
berjaga dari lara
jaga badan jangan mendoyong
juga kuasa
biar mereka merongrong
ini bacaan
untuk kau berkaca
setidaknya berilmu
sebelum mati kaku
'duhai tuanku, mengapa melompat?'
lihat taringnya
tajam dan bersinar
bukan menghindar
biar mereka membuka cadar
ini sulapan
membuat gesit tipu meripat
bukan tergesa
tapi ketegasan mencari tepat
'duhai tuanku, mengapa bersedekah?'
mencari keridhaan
dari yang punya maha
supaya lancar ibadah
supaya cinta tak bernanah
ini doanya
beri kemudahan
beri keikhlasan
beri niatan
'duhai tuanku, semoga diperkenankan'.
durensawit 27090
Ikra sudah mencium
Ikra. begitu panggilmu.
ingin kubaca dirimu. seperti kumantra namamu.
kau sama tinggi denganku.
walau kau berpegangan sayap merpati.
jinjit tinggi tinggi tertiup candamu sendiri.
melongok di kuntum rembulan. di balik lembaran malam.
aku pun duduk di sampingmu. menghempas nafas iring berlagu. kirim hujan seduh hangatmu.
gelontorkan badan. meringkas laju liar kuda yang melambat.
semoga belum terlambat.
Ikra sudah mencium. Pastilah itu.
dan pangeranmu sekilas termangu. kuda putihnya terhela entah dimana.
dia yang biasanya jumputi tidurmu. dan kudanya kusembunyikan.
kusumpal mulutnya hingga habis kata. yang semilir hanya aroma.
nada pinta untuk semasa. semasa pinta untuk senada.
bukan dari kuda liar yang meretak dada.
tapi dari berbait berkata;
raja mulia.
Ikra sudah mencium. Pastilah itu.
0709
ingin kubaca dirimu. seperti kumantra namamu.
kau sama tinggi denganku.
walau kau berpegangan sayap merpati.
jinjit tinggi tinggi tertiup candamu sendiri.
melongok di kuntum rembulan. di balik lembaran malam.
aku pun duduk di sampingmu. menghempas nafas iring berlagu. kirim hujan seduh hangatmu.
gelontorkan badan. meringkas laju liar kuda yang melambat.
semoga belum terlambat.
Ikra sudah mencium. Pastilah itu.
dan pangeranmu sekilas termangu. kuda putihnya terhela entah dimana.
dia yang biasanya jumputi tidurmu. dan kudanya kusembunyikan.
kusumpal mulutnya hingga habis kata. yang semilir hanya aroma.
nada pinta untuk semasa. semasa pinta untuk senada.
bukan dari kuda liar yang meretak dada.
tapi dari berbait berkata;
raja mulia.
Ikra sudah mencium. Pastilah itu.
0709
bandang!
itu banjir besar. megah. gagah. perangah.
mungkin bisa mencuci kaki kaki yang noda.
atau membuat caci maki sesemutan di ujung lidah.
idenya sih bisa sesederhana bencana atau malah anugrah.
seperti tergelayut lengan halusnya.
apakah berkah. apakah amarah. atau malah terpanah?
atau membuat rekah yang tak hentinya membuat indah.
maunya sih tak sesulit jembatan timbang di atas kawah.
seperti berada di depan antrian.
bukan menghadap ke depan melainkan ke kawanan.
semua merangsek memenuhi ragamu dan keluar bergerombolan.
mengiyakan lajur jalan yang berlawanan.
itu banjir besar, kawan. coba taklukkan.
290709 1:11
mungkin bisa mencuci kaki kaki yang noda.
atau membuat caci maki sesemutan di ujung lidah.
idenya sih bisa sesederhana bencana atau malah anugrah.
seperti tergelayut lengan halusnya.
apakah berkah. apakah amarah. atau malah terpanah?
atau membuat rekah yang tak hentinya membuat indah.
maunya sih tak sesulit jembatan timbang di atas kawah.
seperti berada di depan antrian.
bukan menghadap ke depan melainkan ke kawanan.
semua merangsek memenuhi ragamu dan keluar bergerombolan.
mengiyakan lajur jalan yang berlawanan.
itu banjir besar, kawan. coba taklukkan.
290709 1:11
Hujan, Aku Bosan
Huh,
Seperti sebut tempat berlindung
Seperti gembok, kurung, dan indung
Seperti kabut yang menyelubung
Seperti terpojok di relung
Kamu berhias topan
Aku berteman hujan
.
Durensawit, 180111
Seperti sebut tempat berlindung
Seperti gembok, kurung, dan indung
Seperti kabut yang menyelubung
Seperti terpojok di relung
Kamu berhias topan
Aku berteman hujan
.
Durensawit, 180111
Langganan:
Postingan (Atom)