Rabu, Desember 17, 2008
Pffft !
gadis kecil menjulurkan lidahnya
untuk perjaka yang bergelung di awan
menghalangi layang layang katanya
tak bisakah minggir sejenak?
mengganggu mainku saja
280909
Sabtu, Desember 13, 2008
Bunga Rumput Liar
Entah mengapa aku selalu merasa balita
Tapi selalu punya waktu berlebih untuk ikut berpujangga
Atau serta merta menjadi dewasa
Dan terdorong berkata-kata
Hanya karena serangkai nama liar seorang teman.
Ah,
Kawanku Syam agaknya jauh lebih dari beruntung
Mempunyai dua kebun riang yang bertebar tawa siang malam
Satu di Ci-apalah itu dan keduanya di bunga rumput liar bergulung
Menyelimuti dengan kasih jadikan pria paling beruntung
Semua karena bertangkai bunga yang merumputi hidupnya.
Yah.
Buatku mungkin tinggal mengais akar
Ingatan akan hadirnya kawan berbunga
Yang sekali dua memberiku keajaiban
Berkenalan dengan taman bermainnya
Bersahut-sahutan dengan senyawanya
Berkesempatan mengenal nama liarnya
Seperti tak lekang habis bersapa, karena ada senyawamu Syam di ujung sana
(Selamat Jalan Ria-BuRuLi, kebanggaanku melangit berkesempatan mengenal dua senyawa Ria dan Syam. Yang satu sebagai kebun tempat bermain. Yang lain adalah tukang kebun yang selalu bercerita tentang kesibukannya memegang selang menyirami buah tangan di atas bukit.)
Duren Sawit, 131208
Kamis, Desember 11, 2008
Kara
Entah kapan kau lahir ke dunia
Yang sumuk hiruk pikuk dengan muka tertekuk
Tapi bayi mana yang tak menangis bertemu cahaya
Meninggalkan sapihan ibu yang menghangat raga
Kara,
Hanya karena itukah kau disebut sebatang?
Tak tahu apa artinya, dulu mungkin pernah sua
Walau kau termenung kau terlihat menghilang
Mungkin menunggu sampai terasa matang
Kara!
Hendak apa kau bergantung di kepala?
Tanganmu belum cukup kuat untuk menakut-nakutiku
Mengancam untuk menjatuhi dengan deras
Mengancam mencakariku dengan gores
Mengancam untuk menyayat jantung dengan iris
Sampai berhasil bersatu dengan alpaku tak terputus arus
Dan makin aku tirus,
Mungkin karena tertimpa batang besarmu yang bergantung sejak malam tadi
Duren Sawit, 121108
Lara
Semisal ia adalah nama seorang jelita, pastilah ia tergelak
Dengar bisik menggelitik ataupun umbar tawa yang raya
Pastilah ia tergelak, melihat pantulan terbalik cermin bersepuh perak
Ada senyum, melambai tak jauh dari sini, menertawakan pemilik wajah di seberangnya
Lara,
Semisal ia adalah nama seorang biduan, pastilah ia kilauan
Lihat kerlingan yang menatap ataupun belukar berlian di sudut mata
Pastilah ia kilauan, mendengar nyanyian gembira tentang hidup yang merona
Ada gempita, kumandangkan merdu, mengejek pemilik telinga di seberangnya
Lara Oh Lara,
Hentikan omong kosong tetabuhan bebunyian tentang sekarung madu
Lihat dirimu penuh luka keriput menahun nan sukar bedakan suka nestapa
Basmilah dengan basmalah, hapus sedu sedan yang melarut dalam diam
Ada gempita, berbukit senyum, merdu merayu bila kau pecahkan cermin perak yang berderak
Basmilah dengan basmalah, temukan jelita dalam buruk rupa dunia
Duren Sawit, 111208
Bara!
Berhimpun berdesakan ingin tahu seperti apa sang rupawan
Daun ranting bahkan eskalator bergerak melambat
Untuknya,
Untukmu,
Sehingga hujan pun terhenyak seperti tirai beku mengudara
Maka sergaplah rasa ingin tahu sebentuk berlian berliku
Ampun, sampai terlupa waktu bertemu sang Empunya waktu
Untukmu,
Bukan Dia,
Sehingga restu mungkin belum mau mampir sekedar bertamu
Bara!
Hingga kemunculanmu dan berjuta senyum yang nyatanya
Membubung beterbangan untuk meramaikan ladang rindu ramai
Untuknya,
Bukan aku,
Sampai kembali berjatuhan membakar melubangi lumbung sunyi dingin dan kelu
Bara!
Tinggal aku dan telapak melepuh
Tak mampu membeban rimbun beribu peluh
Duren Sawit, 111208
Kamis, Desember 04, 2008
Lenyap
Putih terjejal bedak dan kilap
Ketika kelu kata terucap
Yang terhampar hanya silap
Dimana hatimu kau benam?
Hitam tersengal kalut dan rajam
Ketika keluh rasa terpendam
Yang terpapar hanya dendam
Hadap mengkilap ucapkan silap
Hingga benam rajam pendam dendam
Ketika lenyap langkah i'tikaf
Dimana imanmu mualaf?
Duren Sawit, 041208
Selasa, November 11, 2008
Pilu
Dan aku merambat naik
Juga menggelung turun
Seperti hari yang lalu
Selalu pilu bertalu
Membuat ngilu benak benalu
Ditambah hari ini
Ada namamu, cerah itu, dan debur yang itu
Mengapa selalu kelu dendangkan lagu?
Duren Sawit, 101108
Senin, November 03, 2008
Lalu Debu
Seperti hari sepanjang debu waktu
Percuma biarkan berlalu dan sejumput kamu
Urung mampu untuk sekedar berlagu
Sembunyi dibelenggu dan bisu
Tertelan dalam rongga kelu
Cukup gema merayu rayu,
'Kupanggil apa dirimu?'
Duren Sawit, 031108
Rabu, Oktober 29, 2008
Minggu, Oktober 19, 2008
Pelanting
Kau jatuhkan kemana puntungmu?
Kata peramal itu berkhasiat, jangan sembarang
Bisa tolak air bah
Bisa tolak orang tak mendekat
Kau perhatikan lampu merahmu?
Kata peramal itu wasiat, jangan pedulikan
Bisa tancap semua kendara
Bisa tancap mati sekalian
Kau nyalakan kotak televisimu?
Lidah peramal bersilat, jangan matikan
Bisa masturbasi kriminal
Bisa pasi kesetanan
Kau rekat kemana akal kotaku?
Lidah terjaring pukat, jangan jangan
Bisa reg ramal reg primbon
Bisa menghitam iman semolek karbon
Duren Sawit, 19102008
Seperti Kucing di Jendela Yang Melompat Dan Tersentak Gitar Tua
Brak!
Retaklah alunan gitar yang mulai menua
Dihantam jendela tempat melompat
Semua nada umpat untuk kaburkan semua
Bayang semu nyata dan semua hina
Seperti kucing di jendela yang melompat dan tersentak gitar tua
Duren Sawit, 19102008
Kamis, Oktober 16, 2008
Kerikil
Nafas lemah di panas kota tua
Coba pejamkan dan jatuh terlena
Datangkan batu besar ratakan kepala dan tanah
Agar bisa lelap benar
Tapi di kerikil kutemukan kamu tertawa
Jangan sampai terinjak
Terlalu manis untuk dilupa
Datangkan elang besar untuk tegur sapa
Terbang kembalikan kerikil penuh tawa
Menyatu tanahmu
Membatu hangatmu
Duren Sawit, 161008
Senin, Juni 23, 2008
Kendara di Kemang
padahal tadi sudah relakan berangkat berhenti tepat di depan
macet teman gumpalan roti dan obat sakit perut
sesal ku hanya longok di depan
depan belakang maju mundur tak keruan
demi bersua biduan di hadapan
entah dada atau kepala tertawan
cuma bisa menyapa dari halaman
bukan puisi ini hanya catatan
gundahnya patut dikasihan
galaunya patut tertawa
terbatuk di ujung gaun biduan
; Begitulah kalau si malu dan rancu kendara di malamnya Kemang
Duren Sawit, 230608
Rabu, Juni 18, 2008
18 Juni 2008
sendiri di tengah keramaian, atau..
sendiri di tengah kesendirian?
terlanjur memaku gerikmu di setiap lajur tembok kepalaku
bahkan rontok pun melanda cat-catnya
bukan karena paku yang dipaksa menancap
tapi lebih kepada lapuknya waktu
urung bersua, sudah terlalu lama
ingin selalu jumpa, lebihkan kadarnya
bukan cat kepada paku atau sebaliknya
tapi aku kepada kamu atau sebaliknya
ingin selalu jumpa, lebih dari alakadarnya
Jumat, Mei 30, 2008
Temani, Lautku
Kama Kawula
Kamis, Mei 08, 2008
Ada Candu Dalam Situs Pertemanan
Supaya tumbuh besar untuk bersandar
Supaya teduh dari terik hujan dan badai
Supaya kita bisa saling bertandang bersila saling cerita
Duren Sawit (since 2004)
http://profiles.friendster.com/imen
Menjadi Tua
Seperti seruputan kopi di menit terakhir
Semakin kental terasa kekal
Semakin binal hadapi pekat
Duren Sawit, 080508
Rabu, Mei 07, 2008
Pungguk
Tapi aku relawan bersedia mengulum
Rasa madu rasa harum
Lidahku begawan ranum
Mulutku adalah biksu
Dan kamu relawan bersedia membisu
Nada biru sayup nafsu
Mulutmu telanjangiku
Mataku adalah rabuk
Tapi kita relawan bersedia merasuk
Memupuk menusuk dua pelupuk
Matamu menjadikanku pemabuk
Kelaminmu adalah serbuk
Dan aku relawan bersedia menangguk
Rasa madu rasa ranum
Kelaminmu menjadikanku si pungguk
Duren Sawit, 070508
Selasa, Mei 06, 2008
Menyendiri Dalam Berbait Puisi
Memaksaku menekan nekan huruf untuk kemudian kau tumpahkan
Pada lapang hijau yang tak dikerumuni pemain bayaran
Pada layar tancap yang tak disesaki penonton dadakan
Memerasku mengundang huruf huruf untuk sekalian kucurahkan
Pada puisi yang tak punya hidup sejak kau berdansa dikerumuni kesendirian
Mau apa lagi aku?
Menatapmu mencari cari celah untuk kemudian kuguratkan
Pada ladang kerontang yang tak dikunjungi sebenih hujan
Pada gambar tak beraturan yang tak diminati pecandu keindahan
Meretasmu dalam angan angan untuk sekalian kugadaikan
Pada puisi yang tak mampu hidup sejak ku terhisap diseruput kesendirian
Duren Sawit, 060508
Bicaralah
Terjerembab aku pada keranda bisumu
Sebabkan berdarah hati merah dan goyah
Karena sumringah gincu gerah tak kunjung berserah
Menggelepar untuk tanya yang kau pun tak kunjung gairah
... lalu hening ...
Terhisap aku pada angin lalumu
Halalkan diam sebagai cadar bisumu
Karena polah dua senyawa yang tak mampu tertawa
Niti jejak berkelok arah, memisah langkah
Merapatlah sayang bila begitu, bila tak mampu
Rekatkan aku pada telingamu, enyah tuliku
Biar sama mendengar yang kita mau
Ucap yang kita mampu,
Untuk merusak bisumu.
Duren Sawit, 060508
Momentum
Berjatuhan di ujung kerling malam yang kau pangku teduh teduh di elok surgamu
Duren Sawit, 060508
Di Pojok Sana
Mengajarimu gerak, tawa, dan masa
Berkariblah sekenanya
Harga seorang lelaki muda pemuja cinta
Kali lain mungkin kau yang menjadi besar
Mengajariku senyum, peluk, dan cium
Benderanglah segalanya
Hanya seorang lelaki muda mengekor mata
Milikmu di pojok sana
Duren Sawit, 060508
Senin, April 28, 2008
Baju Tidur Sang Kapal
Tangguh menghadang karam
Ke lautan yang bukan miliknya
Ke lautan yang buahkan harta rampasan
Kapal malang terhempas
Ke lautan yang bukan dunianya
Menelisik jangkar yang tadi lepas
Di lautan yang kalang cekik lehernya
Karibku sang kapal
Sanggup buyar ombak dengan apinya
Di tungku yang mendingin malam
Di pangkuan berkisah pucat rembulan
Kapal malang tergilas
Ke daratan yang menjadi rahimnya
Menjala ikan dalam lubang galian
Di dunia yang jalang gerogoti segala tiang
Karibku sang kapal
Gapai ombak terdekat dalam badai
Gauli laut yang menderas dada, mencari pegangan
Di rerumpun karang baju tidur malamnya
Duren Sawit, 280408
Menghentak Belum Berlahar
Tentang senyum yang terkembang
Dan segala sedih yang terpampang
Tanpa seijin malaikat malaikatmu
Maaf aku curi pandangmu
Tentang kepolosan yang berpendar
Dan kelabu yang menghadang
Tanpa meterai perjanjian paduka padukamu
Maaf aku terpaksa menyudut di sini
Tentang kamera yang menatap kosong
Dan merbabu yang menggempa
Menghentak belum berani berlahar di pelupukmu
Duren Sawit, 280408
Sapa Ku Lagi
Dalam bilur maya kembang tidur tak terpatri
Tak hanya itu
Kau baluri aku dalam semayam penuh duri
Kau haru kan ku lagi
Di luar segala tentang hidup yang makin berarti
Tak mampu begitu
Kau basuh aku dalam temaram mata terpejam tak peduli
Duren Sawit, 280408
Senin, April 14, 2008
Awas, Lidahmu Bercacing
Kemarin tersedak angka itu pejabat yang sembunyi di amplop bawah meja
Hati hati dengan jilatanmu
Kemarin tersilet meterai itu si penghutang tak bisa berkelit tak urung bekernyit
Hati hati dengan jilatanmu
Kemarin terantuk paku itu si pengumbar nyawa di licin aspal keras selap selip di kepadatan
Hati hati dengan jilatanmu
Kemarin tergugurkan itu si penoda cinta dalam bunting nurani simpanan perawan alit
Dan kabar burung terbaru para penjaja senyum adalah
ada cacing cacing yang nanti menghuni mulutmu beranak pinak
bila tak kau jemur panas matahari dengan ramah sapamu
Hati hati dengan jilatanmu
Nanti tak mampu bicara seperti cacing hanya menggeliat tak bermakna seperti kemarin
Duren Sawit, 140408
Sabtu, April 12, 2008
Gula Gula Berhektar Roman
Dari berhektar anggur romanmu
Tapi apa ini?
Sepat dan bergumpal, juga curiga
Habis sudah panen raya
Ucap khidmatmu dari ujung sana
Seteguk saja tak mesti sehektar
Cuma ada gula gula di tangan terkulum lembut lembut
Tapi apa ini?
Manismu kepayang lebih dari sehektar
Duren Sawit, 120408
Dua Ribu Kembang Dalam Mimpi Yang Tertidur
Bukan mimpi dalam tidur kembang
Atau kembang dalam mimpi yang tertidur
Tapi itu tadi, cuma mimpi yang terkembang dalam tidur
tertidur dalam kembang mimpi.
Dua ribu delapan dan kamu mempelaiku
Reguk senyum sapa mertua sanak saudara
Lalu terbangun linglung dan sendu
tertidur dalam kembang mimpi.
Dua ribu tujuh dan kamu bidadariku
Harum aroma harap dan lelap sidekap
Lalu terseok mabuk dan takluk
tertidur dalam kembang mimpi.
Dua ribu empat dan kamu merpatiku
Terbang lepas rindu menderas
Lalu beranjak sesak digasak
tertidur dalam kembang mimpi.
Dua ribu dua dan kamu pengantinku
Tandaskan semua madu terseruput nikmat
Lalu tinggalkan pahit untuk manismu
tertidur dalam kembang mimpi.
Dua ribu satu, nol dan semua yang risau
Bersisa dalam ratusan lagu dan sajak dalam kardus sepatu
Hanya untuk dinyanyikan di saat sepi dan bisu
tertidur dalam kembang mimpi.
Lupakan peluh hindari raksasa pinggir jurang itu
Atau tumpukan bangkai di sepanjang jalan ramai pintu
Bahkan gemuruh letus api dari gunung besar di timur mataku
tertidur dalam kembang mimpi.
Bukan mimpi dalam tidur kembang
Atau kembang dalam mimpi yang tertidur
Tapi itu tadi, cuma mimpi yang terkembang dalam tidur
(untuk kamu, dia, dan mereka yang berpendaran, mengudara dan memenuhi udara yang hampa di sini)
Duren Sawit, 120408
Jumat, April 04, 2008
Yang Sejenak Mampir Semalam
mabuk ku digerus rebus
masak masak di benak
hanya jumpa di tembikar
ditatah mimpi tak kunjung padam
pesan singkat sejenak
mabuk ku kurus gemetar
tanak tanak di rusak
hanya jumpa di layar
diperah mimpi berkabut hitam
dimana kamu berakar?
Duren Sawit, 040408
Kamis, Maret 27, 2008
Berkehendak. Bergerak.
Bermenit-menit menunggu apa yang hendak tersurat di sini
Menyambung sedikit menit yang pernah tercipta waktu berkumpul dulu
Berjuang. Beritikad. Berkehendak.
Berjuang. Bergerak. Bergerak! (Itu gerakmu)
Dan sedikit guyonan yang melengkung senyum di ramah sapamu
Menabung sedikit pengalaman berkawan, bersahaja waktu berkumpul dulu
Berkehendak. Itu kepunyaan Sang Maha.
Berjuang. Bergerak. Bergerak! (Itu gerak kita)
Selamat jalan kawan ...
Duren Sawit 280308
Si Penulis Otot
Bukan matanya, bukan matanya
Bilur keringat menjadi saksi tertawa
Tangannya masih melotot, masih melotot
Ototnya melingkar-lingkar
Pikiran terbebat deras bijak yang mampat
Bilur keringat tertawa di dahi umpat
Matanya berotot, matanya berotot
Tangannya melotot
Bukan matanya, bukan matanya
Bilur bilur menggores kertas
Akhirnya tertumpah, bijak berjuta kekang tertahan
Duren Sawit, 270308
Jala.
Ke oase oase di hamparan sana
Pun mampu melukis
Dan bermandi sepuas onta
Bukan ikan. Apalagi serigala.
Ke prostitusi prostitusi di bilik maya
Pun mampu birahi
Dan mendebur hantam dermaga
Buana tergetar
Durhakakah aku?
Di pendar pendar Rabbana
Berlarian ketakutan, celaka!
Berhamburan jelalatan, gila kau!
Aku pergi saja, ya?
Agar kumampu bermandi dengan siripku sendiri
Sayang aku bukan onta. Bukan ikan. Apalagi serigala.
Cuma orang gila, tersangkut di jala-jala
Duren Sawit, 270308
Malam Itu, Aku Mencoba Melawan
Aku tahu aku rasa apa
Lebur! Lebur!
Tapi terikatku pada rajam
takut azab takut azab takut azab
Tapi terpaku aku pada diam
Diam..
Redam hitam menjelaga sekujur pahala
Hapus.
seakrab apa aku denganmu?
Pinsil buatan China dengan penghapus di kepala?
Aku menulis kau melipur atau sebaliknya?
Setubuh sebadan setiap hela kau di atas aku di bawah?
Ah, tidak begitu
Lalu kapan kita mampu mengagung buah mahakarya?
Kalau bulir garisku kau bual sekenanya?
Duren Sawit, 270308
Rabu, Maret 26, 2008
Untuk Segala Kenang; Terimakasih.
Kan kukirim ribuan sekoci
Seperti Troy dilabuh Yunani
Sauh tanpa api
Lupakan pedang
Kan kulayar seribu janji
Seperti Romi pada Juli
Rengkuh asma hati
Matahari siang
Kan kulepas ribuan kenang
Seperti veteran pada perang
Berpeluh darah membumi
Lupakan petang
Kan kusemat seribu dalih
Seperti pelangi berbentang rapi
Luruh bisik penuh kasih
Duren Sawit, 260308
Selasa, Maret 25, 2008
Aku Menikah, Itu Katamu
Sudah kuduga itu jawabnya
Karena lengan panjangmu makin kusut hari ini
Dan gajah kecilmu makin tersudut di bawah lemari
Lalu deringmu senyap di kegelapan
Sudah kuduga itu jawabnya
Karena gambar wajahmu makin kusam pagi ini
Dan catatan kecilku tak lagi di sini
Lalu petikan lagu lepas dari dekapan
Sudah kuduga itu jawabnya
Karena mimpi panjangku slalu kuperangi
Dan patah benakku makin terbebani
Lalu berlalu ku tak pernah tahu arti
Aku menikah denganmu,
itu katamu
dulu mimpiku
Duren Sawit, 250308
Sabtu, Maret 22, 2008
Imigran, Andai Kutanya Siapa Anda ...
Bercakap dendang bersapa
Rupawan pun tak hanya
Kemana-mana
Dimana-mana
Sekali jadi tak percuma
Bila ...
Duren Sawit, 2008
Maret
Tarian hujan
Plesiran angin
Arakan awan
Biru menawan
Jadi apa?
Hentakan angan
Sentilan batin
Katakan akan
Biru kutawan
Duren Sawit, 2008
Jumat, Maret 21, 2008
A Conversation Guaranteed (excerpt from Y! Messenger: A Tool to Connect People Today)
My status. No. incoming calls
More friends: Available
$0.00 - Phone Out
Not running. Learn More.
IM with your windows. Live
Rewrite the future
> Find Out How
Duren Sawit, 2008
Jangan Banyak Alasan, Lakukan Sajalah!*
Bergumpal
Begundal
Aku sundal
*Sebut saja begitu untuk kekalutan ayah anak yang kadang tak berakal
Duren Sawit, 2008
Imigran, Andai Kutahu Siapa Anda ...
Bermandikan terang
Rupawanmu kelana
Kemana-mana
Dimana-mana
Seka rasaku tak percuma
Dan ...
Duren Sawit, 2008
Belang Terbilang
dan kau mendua
Merapuh menelan dahak
bersimpuh merengkuh retak
Hanya pana
diam
fana
padam
Terserak terantuk tak bergerak
dan kau menggila
Melepuh menahan talak
terenyuh seperti tergelak
Hanya belang
terbilang
gemilang
hilang
Duren Sawit, 2008 (Untuk seorang rekan yang urung tanggungjawab untuk segala ucapnya)
Untuk Sebuah Kemarahan Yang Mencibir
Belum bisa kau hirup udara tenang
Dan mungkin terpanggang atau bahkan
tunggang langgang, terngiang ngiang
Sebutkan ya, sebutkan
Manjamu kau siram saja
Dan mungkin menguap atau mengawan
cibiranmu tak sayang,
kesabaran tak hanya menang
Duren Sawit, 2008
Yang Usai Dalam Kotak Perisai
Segencar debit air kala pasang
Tak bernyanyi pun ku sumbang
Sumbang pun manis menghangat
Empat larik coba bernafas
Cerita sepi berlabuh di sini
Tak bernyali pun ku terbuang
Terbuang pun tak habis mewangi
Kotak yang aneh
Berdetak-detak masa untuk yang lampau
*
harus dikemanakan semua kenangan dalam kotak kecil yang kadang terbuka tak sengaja itu harus pergi?
haruskah?